Kementerian Agraria Targetkan 50 % Penyelesaian konflik dan Sengketa Pertanahan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Mursyidan Baldan (tengah) saat menghadiri Rapat Kerja dengan Komisi II DPR RI |
Jakarta, Laras Post Online - Sengketa, konflik dan perkara pertanahan terus mengalami peningkatan, seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan lahan dan meningkatnya harga jual tanah.
Dalam rangka menyelesaikan sengketa, konflik dan perkara pertanahan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus berupaya agar dilakukan melalui mediasi.
Dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian ATR/BPN untuk periode 2015-23019, yang disampaikan Menteri ATR/BPN Ferry Mursyidan Baldan pada Pimpinan dan anggota Komisi II DPR RI, belum lama ini menyatakan, bahwa mediasi merupakan model yang akan ditetapkan dalam penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertanahan.
Melalui model ini, Kementerian ATR/BPN menargetkan, penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertanahan, sekurang-kurangnya sampai dengan 50% dari jumlah kasus hingga tahun 2019.
Untuk itu, pada kesempatan lain Ferry menghimbau agar masyarakat tidak buru-buru melapor kepada polisi atau menuntut melalui pengadilan, jika menghadapi masalah sengketa lahan. �Jangan buru-buru ke polisi, datang dulu ke kantor pertanahan,� kata Ferry ketika meresmikan gedung Kantor Pertanahan Kabupaten Rembang, baru baru ini di Rembang.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) meminta Kementerian ATR/BPN untuk mengklarifikasi dan menyelesaikan berbagai kasus pertanahan di berbagai daerah. Hal itu, terkait adanya pengaduan masyarakat yang ditangani oleh Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD.
Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad mengatakan, pihaknya meminta pemerintah memberikan penjelasan atas berbagai permasalahan agraria di daerah dan mendorong dapat segera menyelesaikannya dengan baik, sehingga tidak menimbulkan konflik yang berlarut-larut serta kerugian bagi masyarakat.
Ia berharap berbagai permasalahan agraria dan sengketa pertanahan dapat diselesaikan secara komprehensif dengan meminimalisir pendekatan persuasif. �Sebagian besar sengketa agraria di daerah terjadi antara masyarakat dengan perusahaan terkait pengelolaan lahan dan kepemilikan,� ujarnya saat Rapat Konsultasi dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN Ferry Mursyidan Baldan, beberapa waktu lalu di Nusantara III Komplek Parlemen, Jakarta.
Secara factual, kata Farouk, beberapa kasus terjadi karena sudah adanya masyarakat yang menetap serta melakukan aktivitas di suatu tempat dalam kurun waktu yang lama. Tetapi proses pengelolaan dan penempatannya belum jelas legalitasnya.
Sengketa dan konflik pertanahan terjadi dengan perusahaan karena minimnya komunikasi dengan masyarakat. Untukk itu, pendekatan non konflik dan legalitas administratif perlu dikedepankan dalam menyelesaikan konflik agrarian, diantaranya dengan memaksimalkan kewajiban Corporate Social Responsibilty (CSR) atau kemitraan bagi perusahaan yang dapat bermanfaat dan dirasakan secara langsung oleh masyarakat.
Lebih lanjut ia berharap, Kementerian ATR/BPN melakukan sosilisasi yang intensif kepada masyarakat terkait kesadaran hukum dalam permasalahan agraria. Selain itu, DPD bersedia berkontribusi positif dan membantu proses mediasi yang dilakukan dengan masyarakat.
Menurutnya, sebagian besar anggota DPD RI merupakan orang asli daerah dan cukup memahami kondisi daerahnya, diharapkan dengan pendekatan kedaerahan dan kearifan lokal beragam konflik agrari dapat diselesaikan secara efektif. (her)
Tidak ada komentar