Ratusan Massa FPPM Serbu Kantor Bupati
Ratusan warga yang tergabung dalam massa Front Perjuangan Petani Mataram (FPPM) berunjuk rasa didepan Kantor Pemerintah Kabupaten Blitar |
Blitar Laras Post Online - Ratusan warga yang tergabung dalam massa Front Perjuangan Petani Mataram (FPPM) menyerbu Kantor Pemerintah Kabupaten Blitar, pada Rabu (8 /4/ 2015). Mereka menuntut agar segera mewujudkan konsep tanah untuk rakyat, melalui pelaksanaan peraturan bersama empat kementerian secara konsisten.
Rianto selaku ketua forum mengatakan, bertolak dari nota kesepakatan rencana aksi bersama dalam percepatan pengukuhan kawasan hutan Indonesia oleh 4 kementerian, seharusnya Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Blitar, segera melaksanakan peraturan bersama 4 Kementerian tersebut, atas tanah-tanah rawan konflik yang berada di kawasan Kehutanan di wilayah Kabupaten Blitar. �Sehingga beragam konflik yang selama ini sering terjadi antara masyarakat dan pihak kehutanan bisa segera diatasi,� ujarnya kepada wartawan, pada Rabu (8 /4/ 2015) disela-sela aksi.
Sekedar untuk diketahui, pada tanggal 17 oktober 2014 telah diundangkan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, bernomor 79 Tahun 2014, PB.3/MENHUT-II/2014, 17.PRT/M/2014,8/SKB/X/2014 tentang Tata Cara Penyeselesaian Penguasaan Tanah yang Berada di Dalam Kawasan Hutan.
Rianto menegaskan, bahwa tindakan nyata sangat diharapkan dapat diikuti oleh seluruh pemangku kepentingan yang membidangi masalah kehutanan dan harus dilaksanakan secara berkelanjutan dalam upaya menangani penguasaan tanah yang berada di kawasan hutan di Kabupaten Blitar.
Menurutnya, komitmen dan konsentrasi dari seluruh pemangku kepentingan ini juga merupakan salah satu solusi dalam penyelesaian masalah pertanahan di kawasan hutan, seperti kawasan hutan di sekitar Pantai Pasur Desa Bululawang Kecamatan Bakung, Desa Banjarsari, Dusun Caren Desa Wonotirto Kecamatan Wonotirto, Desa Krisik Semen Tulungrejo Kecamatan Gandusari, Desa Ringinrejo Kecamatan Wates, Desa Plumbangan Kecamatan Wlinggi, Desa Ampel Gading Poh Gajih Kecamatan Selorejo, Desa Rejoso Kecamatan Binangun dan beberapa wilayah konflik kehutanan lainnya yang berada di daerah Kabupaten Blitar.
Lebih lanjut ia menjelaskan, sebagai pedoman operasional dala melaksanakan penyelesaian penguasaan tanah yang berada didalam kawasan hutan telah juga disususun petunjuk pelaksanaan inventarisasi penguasaan, pemilikan penggunaan dan pemanfaatan tanah yang diolah dengan sstim informas geografis, sehingga menghasilkan peta dan informasi mengenai penguasaan tanah oleh masyarakat pemohon.
Perlu diketahui juga bahwa dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan juga masih dimungkinkan adanya hak-hak pihak ketiga yag sah seperti badan sosial keagamaan , pemerintah daerah dan mayarakat. Mengantisipasi hal tersebut kementerian kehutanan telah mengeluarkan ketentuan mekanisme penyelesaian hak-hak pihak ketiga dalam peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44.Menhut-II/2012jo.P.62/Menhut-II/2013 tentang pengukuhan kawasan hutan , khususnya pasal 23 dan pasal 2. sektor kehutanan memiliki bagian yang diantaranya adalah sektor mirba dan hunian msyarakat. Kenyataannya sudah banyak terjadi alih fungsi lahan dalam kawasan hutan antara lain menjadi pemukiman , perkebunan, dan sebagainya yang sudah dikuasai oleh beberpa masyarakat.
Perlu diketahui, lanjut Rianto, bahwa didalam peraturan besama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 79 Tahun 2014 , PB.3/MENHUT-II/2014, 17.PRT/M/2014,8/SKB/X/2014, pada BAB II tata cara penyelesaian hak ulayat dan penguasaan tanah yang berada di kawasan hutan. Pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa dalam rangka penyelesaian hak ulayat dan penguasaan tanah yang berada di kawasan hutan di kota/ kabupaten, Bupati membentuk tim IP4T melalui surat keputusan Bupati/Walikota. Sedangkan waktu pelaksanaan, disebutkan bahwa dalam satu kawasan dilaksanakan sesuai dengan SOP dalam waktu paling lama 6 bulan, sejak diterimanya surat permohonan dari pemerintah daerah yang diajukan paling lambat pada bulan April pada tahun anggaran yang berjalan.
Sementara itu, tata cara penyelesaian penguasaan tanah yang berada dalam kawasan hutan diantaranya adalah pemohon menyampaikan permohonan kepada pemerintah kota/ kabupaten (disertai peta kawasan hutan, peta pengunaan tanah saat ini, dan surat keterangan yang dimiliki), selanjutnya pemerintah kota/ kabupaten mengajukan permohonan kepada BPN (Kanwil BPN masing-masing kota/ kabupaten) untuk dilakukan penelitian data fisik dan yuridis terkait permohonan tersebut oleh Tim IP4T kota/kabupaten sampai dengan proses penegasan pengakuan hak dari BPN menerbitkan tanda bukti hak atas tanah tersebut.
Rianto menegaskan, sebenarnya implementasi dari peraturan bersama 4 menteri, tentang Tata cara Penyeselesaian Penguasaan Tanah yang Berada di Dalam Kawasan Hutan, merupakan salah satu wujud penegasan dari UUD 1945 pasal 33 dan UUD Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960, yang hakekatnya untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.
Maka sudah menjadi kewajiban bagi pejabat publik yang telah ditunjuk melalui peraturan bersama 4 menteri ini melalui TIM IP4T untuk segera menjalankan kerja-kerja dalam upaya penyeslesaian penguasaan tanah yang berada di kawasan hutan secara nyata. Serta penting bagi kelompok masyarakat untuk berperan aktif dalam mendorong proses pelaksanaan dari peraturan bersama 4 menteri tersebut.
Bepijak pada pemaparan diatas, kata Rianto, pihaknya mendesak kepada seluruh pihak terkait untuk, pertama melaksanakan UUD 1945 pasal 33 dan UUPA No. 5 Tahun 1960. Kedua, melakanakan peraturan bersama 4 menteri Nomor 79 tahun 2014 , PB.3/MENHUT-II/2014, 17.PRT/M/2014,8/SKB/X/2014 tentang Tata cara Penyeselesaian Penguasaan Tanah yang Berada di dalam Kawasan Hutan secara konsisten.
Ketiga wujudkan konsep tanah untuk rakyat melalui peraturan bersama 4 menteri, Nomor 79 tahun 2014 , PB.3/MENHUT-II/2014, 17.PRT/M/2014,8/SKB/X/2014. Keempat, segera bentuk TIM IP4T di tingkat Provinsi serta di tingkat Kabupaten Blitar untuk penyelesaian konflik tanah kawasan hutan. Kelima, lawan segera bentuk dugaan kelalaian yang dilakukan Bupati Blitar, jika tidak membentuk Tim IP4T dengan mengajukan sengketa di pengadilan. Keenam, stop pungutan biaya liar dari masyarakat untuk pelaksanaan tugas Tim IP4T, karena biaya sudah dibebankan pada APBN/APBD. Ketujuh, tunjukkan perwujudan dari watak birokrasi pemerintahan yang cepat, tanggap, transparan dan professional. Kedelapan, wujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, demokratis, dan berwatak kerakyatan.
Namun dari pihak Pemerintah Kabupaten Blitar Suryo Kusumo mengatakan, masih akan merapatkan ini semua. �Tolong pihak pejenengan bersurat juga ke provinsi jangan hanya kita,� ujarnya saat demo berlangsung. (ayu)
Tidak ada komentar