Breaking News

,

Sekjen PKS Minta MK untuk Konsisten dan Tolak Uji Materi UU Pemilu

Sekretaris Jenderal PKS, Habib Aboe Bakar Alhabsyi.

JAKARTA, LARAS POST- Judicial review atau uji materi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka tengah diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK), mendapatkan penolakan keras dari Partai Keadilan Sejahtera.

Sekretaris Jenderal PKS, Habib Aboe Bakar Alhabsyi, meminta kepada MK menolak uji materi UU Pemilu tersebut.  

"Sudah seharusnya Judicial Review soal permohonan kembali ke sistem Pemilu menggunakan proporsional tertutup itu ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. Karena sudah sewajarnya MK konsisten dengan putusannya sebelumnya," kata Habib Aboe Bakar Alhabsyi, kepada media, Kamis (5/1/2023) di Jakarta. 

Gugatan uji materi terhadap sistem pemilu yang teregistrasi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022, berpotensi mengebiri hak politik rakyat.

"Saya melihat putusan MK Nomor: 22-24/PUU-VI/2008, memiliki pertimbangan bahwa sistem pemilu tidak boleh merampas daulat rakyat. Tidak boleh juga sistem tersebut menjelma menjadi oligarki partai politik," kata anggota DPR RI dari Fraksi PKS itu. 

Menurutnya, dalam sistem pemilu proporsional terbuka, maka rakyat  bisa mempergunakan kedaulatan untuk memilih dengan terbuka.

"Kalau kita simak dalam pertimbangannya MK menyatakan bahwa �adanya keinginan rakyat memilih wakil-wakilnya yang diajukan oleh partai politik dalam Pemilu, sesuai dengan kehendak dan keinginannya dapat terwujud harapan agar wakil yang terpilih tersebut juga tidak hanya mementingkan kepentingan partai politik, tetapi mampu membawa aspirasi rakyat pemilih," ungkap anggota Komisi III DPR RI ini.

Ia berharap MK mampu tampil sebagai penjaga konstitusi  yang konsisten dan tegak lurus dengan keputusan yang pernah diputuskan sebelumnya. 

"Sebagai the guardian of the constitution kita berharap MK akan tetap konsisten, tegak lurus dan tidak melupakan Ratio decidendi yang telah dibuat. Sehingga tidak akan mengambil keputusan berbeda dengan putusan MK yang sebelumnya. Hal ini untuk menjaga konsistensi terhadap tafsir konstitusi di Indonesia," tutur Alhabsyi. (tb)

Tidak ada komentar