Bung Karno Pembebas Bangsa - Bangsa Tertindas
Oleh : Peter A. Rohi
Nama Bung Karno lain di negerinya sendiri, lain pula di negara-negara Afrika yang baru merdeka setelah Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika (disingkat KAA), April 1955. Ketika itu Konferensi Asia Afrika dihadiri 39 negara, serta dihadiri secara diam-diam oleh negara-negera yang masih terjajah, termasuk Timor Portugis yang sekarang menjadi Timor Leste.
Bebicara Konperensi Tingkat Tinggi Asia Afrika, tak luput dari membicarakan Soekarno yang sangat berperan ketika itu. Maklumlah KAA ini adalah konferensi Tingkat Tinggi pertama di dunia yang diikuti begitu banyak Kepala Pemerintahan dari negara-negara Asia dan Afrika yang menjadi tengah pertaruhan pengaruh dalam Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur.
Soekarno sebagai tokoh yang bakal menjadi pembebas negara-negara tertindas sudah terendus negara-negara colonial jauh hari sebelumnya, tatkala pembelaannya di hadapan Landraad Bandung 1929 yang berjudul: Indonesia Menggugat diterjemahkan dalam berbagai bahasa dan dalam sekejap menjadi �bacaan� wajib baik bagi kalangan penjajah, baik bagi pemimpin-pemimpin di negara-negara jajahan.
Karena itu tak heran, pada akhir tahun 1946 saat Sekutu yang diwakili Inggris, ditugaskan ke Indonesia untuk menjalankan misi Deklarasi Postdam, mereka dititipi missi rahasia yaitu selain melucuti pasukan Dai Nippon, juga harus menggagalkan kemerdekaan Indonesia. Bagi Perdana Menteri Inggris Sir Winston Churchill, Soekarno akan merugikan Inggris karena tindakannya pasti akan memberi inspirasi bagi kebangkitan pergolakan di koloni-koloni Inggris dan koloni negara-negara Eropa lainnya.
Tetapi setelah tiba di Jakarta mereka memperoleh kenyataaan bahwa Inggris mengalami kesukaran apabila tanpa melibatkan Indonesia dalam proses pelucutan terhadap tentara Jepang. Di sisi lain melibatkan Indonesia berarti harus melakukan perundingan dengan pemerintah Indonesia yang konotasinya adalah mengakui asdanya suatu pemerintahan di bekas negeri jajahan Belanda ini. �Bagaimana harus menjalankan missi rahasia menggagalkan kemerdekaan Indonesia. Sementara Inggris sendiri butuh untuk merundingkan pelucutan terhadap tentara Jepang?�
Kenyataan itu membuktikan bahwa Indonesia dan Soekarno tidak bisa dipandang remeh. Soekarno tidak mau lagi berunding dengan Van Mook yang dibawa kembali Sekutu untuk menjadi Gubernur di Batavia. Keduanya berasal dari satu almamater, yaitu Holland Burgers School di Surabaya, tapi berlawanan dalam politik. Soekarno ingin mempertahankan kemerdekaan yangb telah diproklamirknnya, Van Mook ingin mengembalikan Indonesia sebagai koloni Hindia Belanda pra Perang Dunia II.
Soekarno mengatakan bangsa ini sudah merdeka, tetapi Van Mook mendasarkan pada Deklarasi Postdam, bahwa Jepang harus mengembalikan wilayah-wilayah jajahan yang direbutnya selama Perang Pasifik kepada �pemilik� wilayah itu. Yaitu antara lain Singapura, Semenanjung Malaka, Hongkong, North Borneo kepada Inggris. Vietnam Utara dan Vietnam Selatan kepada Perancis, Indonesia kepada Belanda. Kecuali Philipina yang sudah dimerdekakan sendiri oleh Jenderal Douglas Mac Arthur berdasarkan nota telegramnya pada Presiden Amerika Serikat Harry Trumman.
Kebangkitan Asia dan Afrika.
Hebatnya diplomasi Soekarno terlihat pada kehadiran Vietnam yang sudah terpecah dua saat itu mau hadir keduanya-duanya, baik Bao Dai Presiden Vietnam Selatan, mau pun Ho Chi Mien, yang akrab dipanggil Paman Ho, sebagai presiden Vietnam Utara. Perancis belum ikut dalam sengketa kedua bekas jajahannya itu sehingga kehaditran keduanya di KAA Bandung sebagai saudara-saudara jauh yang rukun-rukun saja. Yang mengecewakan adalah Jepang yang hadir tanpa kepala pemerintahan, tapi sekadar mengirim pejabat tinggi karena masih ada persoalah pampasan perang dengan negara-negara Asia yang hancur akibat infasinya pada tahun 1942.
Kehebatan Soekarno ini adalah juga menghadirkan utusan-utusan dari negara-negara yang masih terjajah. Diam-diam mereka didatangkan dengan cara rahasia dan di rahasiakan identitas mereka. Marcelino, adalah seorang dari tiga utusan yang diselundupka dari Timor Portugis.
� Malam-malam kami diberangkatkan oleh Konsul RI di Dili, Leopold Lassut. Di Perbatasan Indonesia kami ditunggu sebuah jeep yang membawa kami langsung ke lapangan terbang Penfui (sekarang El Tari) di Kupang. Di sana kami tukar identitas dan langsung terbang dengan pesawat Garuda (GIA) hari itu juga ke Jakarta�, cerita Marcelino pada penulis yang menjumpainya di kebun kopinya di Vinilale, Viqueque beberapa tahuh lalu.
Menurut Marcelino mereka dikumpulkan dengan undangan tak resmi lainnya dari sesama negara-negara terjajah dari asia dan Afrika. Mereka diminta Bung Karno untuk mengikuti konferensi itu sebagai pendengar.
�Kelak akan berguna bagi perjuangan memerdekakan negeri mu,� itu pesan Bung Karno. Benar juga, setelah Konferensi itu semuanya pulang dengan membawa Semangat Bandung, dan mereka menjadi tokoh yang memulai pergerakan kemerdekaan di negeri mereka masing-masing.
Marcelino sendiri sekembali ke Timor Leste menggerakkan Pemberontakan Viqueque 1959. Keinginannya untuk bersatu dengan Indonesia ditolak Bung Karno, karena sebagai mercu suar kebangkitan nasionalisme negara-negara terjajah, Bung Karno tidak mau bangsa ini dijuluki sebagai imperialis baru. Menurut Marcelino, Bung Karno lebih setuju Timor Portugis merdeka sendiri sebagai sebuah negara, tentu seperti sekarang ini. Itulah sebabnya mantan Preiden Timor Leste Ramos Horta ketika dituding Indonesia sebagai Marxis, dia malah mengatakan dia bukan seorang Marxis, tetapi Soekarnois. �Saya banyak belajar dari ajaran-ajaran Soekarno,� kata Horta, tentu dari ajaran melawan kolonialisme itu.
Jelas sekali nama Bung Karno, lain di negerinya sendiri, lain di negara-negara baru yang memperoleh kemerdekaan setelah Konferensi Asia Afrika 1955. Karena itu tak heran kalau di sana nama Indonesia identik dengan Soekarno, karena bagi mereka Soekarno memberikan kepada mereka inspirasi untuk berjuang memerdekakan negerinya. Mereka tak lupa memberi nama jalan di Ibu Kota negaranya dengan nama Jalan Ahmad Sukarno, sekadar untuk memngingat jasa Bung Karno, sementara di Gedung tempat penyelenggaraan KAA yang pertama di Bandung foto Bung Karno pun kita turunkan! (Penulis adalah Wartawan Senior dan Direktur Soekarno Institute)
Tidak ada komentar