Memotret Penggalian Batu Akik Kalimaya
Laras Post Online - Ujung jalan itu berliku-liku bagai kepala naga menurun ke batas sungai. Dari jauh beberapa tenda besar, puluhan mobil kebanyakan berplat nomor Jakarta tampak parkir di sisi ujung jalan itu di mana dua buah tenda besar dibangun. Hanya beberapa orang duduk-duduk dan minum di tenda yang berjualan aneka minuman dan makanan. Mungkin saja orang akan bertanya ke mana pemilik kendaraan yang begitu banyak itu, sampai ada pula yang diparkir di sungai?
Desa kecil Cijahi dan Kali Cicinta yang sebelumnya sepi kini ramai bagai semut mengendus gula. Kali Cicinta ini merupakan bagian hulu dari Kali Maja. Dari Kali Maja yang menghasilkan batu akik, itulah sebabnya disebut Batu Akik Kali Maya, mengikuti ejaan pedagang-pedagang etnis Cina yang pertama memperkenalkan indahnya batu akik itu.
Di seberang sungai memang tampak sebuah jalan setapak agak mendaki lagi, menuju sawah yang terbentang hijau. Tetapi juga tidak kelihatan banyak aktivitas di situ. Lalu ke mana mereka? Ada lebih enam puluh lobang dengan mulut segi empat berserakan di tepi sungai di sisi yang lain setelah kita berbelok ke kiri. Di dalam lobang yang digali vertikal sekitar tujuh sampai sepuluh meter, kemudian baru digali horisontal berbentuk gorong-gorong yang panjangnya bisa mencapai 40 sampai 50 meter. Di situlah ratusan orang bekerja di dalamnya, bagai rayap yang membuat terowongan di balik kayu.
Yah, memang, di bawah lahan sawah itu terdapat begitu banyak gorong-gorong yang dan ratusan pencari batu akik bekerja keras mengadu nasib mencari batu akik Kalimaya. Beberapa tenda kecil dibangun dekat mulut lobang, tempat beristirahat para penambang batu akik. Mereka diawasi para cukong yang membeli hak menggali di bekas perkebunan masa kolonial itu. Harga satu lobang 500 sampai 600 ribu, tergantung prediksi si pembeli, menaksir seberapa tersimpan harta karun di perut bumi di sana. Para pekerja keras menggali tanah itu bagai berjudi karena tak tentu untung dan rugi yang bakal diperoleh.
Tak heran ada yang sudah berminggu-minggu bekerja belum menghasikan apa-apa. Pada hal uang yang dihabiskan sudah puluhan juta rupiah untuk membiayai puluhan pekerja, mulai dari menggali mulut lobang sampai menggali terowongan. Sebaliknya ada yang baru beberapa hari bekerja sudah memperoleh keuntungan tak tanggung-tanggung karena pernah ada yang memperoleh keuntungan Rp. 2 Milyar.
Ibu-ibu dan Anak-anak
Tanah galian yang dilempar keluar menjadi rebutan ibu-ibu. Ada pula anak-anak kecil yang buru-buru ke sana usai pulang dari sekolah. Mereka menunggu di mulut lobang, berebutan mengais-ngais buangan tanah galian. Beberapa pencari, orang dewasa dan anak-anak turun ke sungai menggosok-gosok temuan mereka. Seorang anak sekolah tiba-tiba menemukan apa yang dicari dan sekejap meraup Rp.200.000 rupiah di tempat itu juga. Karena itu dari hari ke hari tempat-tempat galian itu makin didatangi orang mengadu nasib, bahkan ada juga yang dari Jakarta.
Di tenda penjual kopi, tempat orang bertransaksi bila sudah ada selesai digosok. Andi, seorang penjual batu akik galian di situ menawarkan sebuah batu akik Kalimaya yang sudah jadi, berwarna hijau dengan kembang-kembang merah seharga Rp.2,5 juta. Dia memang sedang beruntung. Tiba-tiba sebuah sedan berhenti di situ, seseorang keluar mnghampirinya. �Berapa kau jual,� tanya orang itu,
�Tiga setengah,� kata Andi. Tanpa ditawar batu akik yang indah itu berpindah tangan.
Keamanan terabaikan.
Sayang sekali batu lobang-lobang penggalian batu akik itu tidak ditutup kembali sehingga pernah meminta korban seorang anak sekolah yang terjatuh dan meninggal dunia. Walau musibah itu pernah terjadi, tetapi tidak ada perhatian para cukong untuk menutup lobang-lobang itu paling tidak menjaga mulut lobang itu tidak berbahjaya bagi orang lain. Pada hal begitu banyak anak-anak ikut membantu orang tua mereka mengais-ngais nasib di situ yang kadang-kadang berlarian bersama teman-temannya.
Sampai sekarang para pencari batu akik menutup mulut bila ditanya mereka membayar untuk menyewa galian di sana pada siapa. Ada yang mengatakan kepada instansi militer, tapi ada yang membantah, seakan-akan pemilik lahan itu begitu misterius. Karena itu pula tidak ada yang bertanggung jawab apabila terjadi sesuatu musibah, juga tidak ada yang bertanggung jawab untuk menutup kembali lobang galian itu. (Peter. A Rohi).
Tidak ada komentar